Seperti di ketahui, antara Malang-Surabaya ada dua kelompok suporter (Aremania & Bonek) yang sangat eksis dan terkenal. Dan dari kedua kubu juga seakan-akan tidak ada kata damai dan akan selalu bermusuhan (meski ada sebagian kecil yang tidak setuju dengan hal ini). Akan tetapi masih banyak dari kedua kubu juga tidak mengetahui kenapa sih koq mereka bermusuhan.
Dalam kesempatan kali ini, saya mendapatkan satu ulasan yang cukup menarik yang membahas tentang sumber perseteruan kelompok supporter Aremania dan Bonek.
” Menurut saya (mohon maaf jika ada yg tak setuju/tak sependapat/tersinggung)
awal mula perseteruan suporter sepakbola Malang-Surabaya (saya tdk menyebutnya AREMANIA-BONEK) karena “GENGSI DAERAH”, masing-masing menganggap kotanya lebih kuat dan lebih hebat. Alasan saya, baik berhubungan dengan sepakbola atau tidak adalah:
awal mula perseteruan suporter sepakbola Malang-Surabaya (saya tdk menyebutnya AREMANIA-BONEK) karena “GENGSI DAERAH”, masing-masing menganggap kotanya lebih kuat dan lebih hebat. Alasan saya, baik berhubungan dengan sepakbola atau tidak adalah:
- Pada saat konser Kantata Takwa di Tambaksari pada 23 Januari 1990, tepat di depan panggung pada sekitar 30 menit pertama “dikuasai” arek-arek Malang sambil meneriakkan “Arema…Arema…Arema”. Arek-arek Suroboyo sebagai tuan rumah pun harus minggir dan “terkalahan”. Namun setelah itu, arek-arek Suroboyo yang jauh lebih banyak mulai bersatu dan “memukul mundur” arek-arek Malang hingga harus keluar dari Tambaksari. Di luar stadion, tawuran terus dilakukan hingga arek Malang sampai di stasiun (Gubeng???)
- Tawuran pada konser Sepultura (juga di Tambaksari) pada bulan Juni 1992 kalo nggak salah. Kali ini arek-arek Suroboyo sudah siap dan menguasai depan panggung mulai awal. Arek Malang langsung dihalau begitu masuk Tambaksari. Tawuran di luar stadion juga seru (katanya, ayas tidak ikut saat itu, heheheee….)
- Suporter sepakbola Malang pada saat itu (akhir tahun 80-an dan awal 90-an) berasal dari peleburan para “korak” atau geng-geng yang sebelumnya sangat gemar tawuran antar-kampung hingga cukup banyak memakan korban. Dengan dimediatori Bung Ovan Tobing, mereka akhirnya berdamai dan pada akhirnya menyatu dalam benderai “AREMA” (tanpa “NIA), yang artinya “Arek Malang”. Merekalah yang akhirnya sangat setia mendukung tim asal Malang (baik Persema maupun Arema). Dengan latar belakang seperti itu, suporter Malang (masih) sangat2 bangga jika dicap “perusuh” dan “pemberani”. Sebagai contoh, supporter Malang pernah “mengusir” dan “membersihkan” supporter Gresik di kandangnya sendiri, Stadion Tri Dharma Gresik pada saat Persema vs Persegres. Nyanyian “Moleh Tawur…Moleh Tawur” selalu bergema di Gajayana jika tim Malang kalah.
- Kecemburuan suporter Malang pada pemberitaan media (kala itu). Contoh, ketika Arema/Persema menang, pemberitaannya sangat2 kecil, mungkin hanya satu kolom. Sementara pemberitaan Persebaya sangat besar dan hampir selalu menjadi headline (meski hanya berlatih atau sekedar mengisi waktu senggang). NB: Paling tidak yg diberitakan media terbesar Jawa Timur.
- Dedengkot-dedengkot Persebaya dulu (yg saya ingat H.Barmen & Mudayat) sangat2 meremehkan & merendahkan tim-tim Malang. Beliau katakan tidak ada ceritanya Persebaya bisa dikalahkan tim2 asal Malang, menahan imbang saja mereka (tim2 Malang) sangat kesulitan. Pernyataan itu ditulis di media yg tadi saya sebutkan. Hal ini tentunya sangat menyakiti dan menyulut sensitivitas suporter Malang yang selalu direndahkan (orang Surabaya) dan dianaktirikan (media terbesar Jatim). Terlebih, ada isu bahwa suporter Surabaya (belum bernama BONEK) akan “ngluruk” ke Malang. Merasa tertantang, AREMA sudah siap mencegat bonek di Lawang. Namun sampai pertigaan Karanglo, Singosari, AREMA yg hendak ke utara dihalau dan ditangkapi polisi/Kodim. Akhirnya, sebagian suporter melampiaskan kemarahannya dengan memecahi kaca2 mobil plat L. Sementara di Gajayana sendiri, bentuk perlawanan terhadap dedengkot Surabaya diwujudkan dalam dua spanduk bertuliskan “Kalahkan Persebaya, Bungkam Mulut Besar Barmen dan Mudayat” dan “Barmen & Mudayat Haram Masuk Kota Malang”.
- (Judul) berita di media yg cukup mujarab mengadu domba. Contoh (yg lagi2 saya ingat) ” Pemain Persebaya Dijadikan Sansak Hidup Pemain Persema” dalam laga Persema vs Persebaya, yang memang sebelumnya diprediksi akan panas menyusul pernyataan Barmen dan Mudayat. Dalam laga yg saya saksikan sendiri itu, Persema pemanasan di gawang selatan dan Persebaya di gawang utara. Setelah koin tost, ternyata posisinya berpindah (Persema ke utara, Persebaya ke selatan). Pada perpindahan itulah beberapa pemain Persema sengaja menabrak pemain Persebaya hingga ada yang terjatuh. Inilah yang ditulis koran tersebut dengan ” Pemain Persebaya Dijadikan Sansak Hidup Pemain Persema”. Saya bisa memahami kemarahan arek-arek Suroboyo akibat isi berita dari judul tersebut.
- Pembalasan supporter Surabaya di Gresik dalam laga Persema vs Persegres setelah laga panas Persema-Persebaya sebelumnya, plus provokasi media. Ayas adalah saksi hidup dan selamat dari peristiwa itu. Ayas melihat sendiri arek2 Suroboyo membawa ketapel, pentungan, batu, hingga pisau untuk mensweeping arek Malang di stadion. Arek2 Suroboyo selalu mengatakan “goleki arek Malang, goleki arek sing ngomonge walikan, pateni arek Malang, pendem arek Malang”. Tulisan Persema di papan skor diambil dan dibakar. Sedikit koreksi tulisan Cak Donde Nymphetamine, jika dikatakan Pemain Persema baik2 saja, ayas kurang setuju. Sebab, ketika masuk lapangan saja Persema sudah diangkut mobil panser/trantis. Setiap kali pemain Persema melakukan lemparan ke dalam, mereka selalu dilempari dan dipukuli supporter Surabaya (bukan supporter Persegres). Bench cadangan pun dilempari dan ditusuk2 kayu bendera. Berkali-kali pertandingan dihentikan karena penonton Surabaya masuk dan menyerbu pemain Persema. Puncaknya, pertandingan dihentikan dan pemain Persema kembali dimasukkan di mobil panser di tengah lapangan.setelah itu ayas pulang dan tak tahu hasil akhir (yang ternyata Persema kalah) Terus terang, pada saat itu ayas sangat2 bersyukur karena keluar dari stadion dan pulang sampai Malang dalam keadaan selamat. Ayas tidak tahu tentang adanya korban di bunderan Apollo Gempol dan akhir tol Gresik karena setahu ayas, AREMA yg naik truk telah dicegat dan dipulangkan aparat saat masuk pintu tol Gempol. selain itu, isu di Malang justru mengatakan sebaliknya. Menurut ayas, hal-hal itulah yang mengawali perseteruan supporter Malang-Surabaya (sekali lagi, bukan BONEK-AREMANIA) Dan permusuhan itu terus berkembang sampai sekarang.”